24 Juni 2009

Pilot Surabaya Diduga Flu Babi, Dirawat di RS Hasan Sadikin, Semua Pesawat Disemprot

Bandung-Surya-Penyakit baru yang mematikan dan sedang menghebohkan seluruh dunia, yakni flu babi (swine flu), kini mulai menghantui Indonesia. Seorang awak pesawat dari sebuah maskapai penerbangan yang beroperasi di Indonesia, diduga terkena penyakit dengan nama medis H1N1 tipe A itu.

Pilot berusia 39 tahun asal Surabaya dengan inisial ES itu, kini sedang mendapatkan perawatan intensif di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. ES dibawa ke RSHS, Senin (11/5) malam, karena menderita sakit dengan gejala-gejala yang mirip flu babi di antaranya hidung meler, sakit kepala, sakit tenggorokan, demam tinggi serta denyut nadi cepat.

“Memang benar, Senin sekitar jam 17.26 WIB, kami mendapat pasien rujukan dari Bandara Husein Sastranegara Bandung, yang diduga mengidap Influenza tipe A H1N1,” kata Juru Bicara RSHS Bandung, Dr Primal Soedjana, kepada para wartawan di Bandung, Selasa (12/5).

Primal yang juga anggota Tim Penanganan Infeksi Khusus RSHS, membenarkan pasien yang saat ini dirawat di Ruang Flamboyan itu berasal dari Surabaya. Namun, dia tidak menyebutkan alamat lengkap ES.

Diberitakan bahwa ES merupakan ko pilot maskapai AirAsia, yang berpusat di Malaysia. Namun, informasi yang diperoleh Persda Network dari Widijastoro Nugoro, Direktur Komersial AirAsia, menyebut ES adalah pilot.

“Benar saat dari Malaysia dia mengalami fever (demam), karena demamnya tinggi maka dia diperiksa untuk mengantisipasi adanya wabah-wabah yang selama ini ditakutkan,” kata Widijastoro saat dihubungi di Jakarta, Selasa (12/5).
Sejauh ini, di benua Asia, baru Hongkong dan Korea Selatan yang telah menemukan kasus-kasus flu babi meskipun belum sampai menelan korban jiwa. Korban jiwa akibat flu babi telah terjadi di Meksiko (tempat asal mewabahnya flu itu pada pertengahan April lalu), Amerika Serikat, Kanada dan Costa Rica. Yang jelas, di seluruh dunia sudah ditemukan kasus flu babi ini di 30 negara.

Karena penyebaran yang paling mungkin terjadi adalah melalui kunjungan ke negara-negara yang terjangkiti wabah itu, maka para penumpang pesawat terbang (termasuk pilot dan ko pilotnya) serta penumpang kapal antarnegara memang lebih berisiko tertular virus flu babi. Menurut pakar kedokteran hewan Unair, Dr CA Nidom, daya rusak flu babi ini empat kali lebih ganas daripada flu biasa.

Primal mengatakan, seminggu sebelum dirawat di RSHS Bandung, ES sering melakukan perjalanan internasional, di antaranya ke ke Singapura dan Malaysia. Selain itu, pasien juga pernah kontak dengan penderita flu di salah satu bandara.

“Mobilitas pasien sebelumnya cukup tinggi, dia sering melakukan perjalanan internasional dan pernah kontak langsung dengan salah seorang penderita flu di salah satu bandara,” katanya.

Menurut Kepala Seksi Upaya Kesehatan Pelabuhan dan Lintas Wilayah Bandara Husein Sastranegara, Deden Dewanto, pesawat yang diawaki ES mendarat di bandara, Senin (11/5) pukul 13.30 WIB.

Saat itu, empat anggota KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan) Bandara yang terdiri dari dua dokter dan dua perawat melakukan pengecekan atau boarding clearance serta membagikan lembaran health alert card untuk diisi oleh 5 kru pesawat dan 77 penumpang yang ada di pesawat yang baru tiba dari Kuala Lumpur tersebut.

“Begitu kru dan penumpang masuk pintu kedatangan, semua penumpang dinyatakan tidak ada yang sakit. Hanya ko pilot yang diketahui mengalami demam,” ujar Deden. Untuk memulihkan kesehatan, ko pilot tersebut sempat beristirahat di sebuah hotel. Belakangan kondisi ko pilot ini semakin buruk. Ia mengalami demam, batuk, sakit tenggorokan, influenza, dan sesak nafas. Karena kondisi seperti itu, tim KPP memutuskan merujuk pasien ke RSHS untuk ditangani lebih lanjut.

Primal menambahkan, dari hasil pemeriksaan timnya di rumah sakit, diketahui ES mengalami demam tinggi hingga 38 derajat Celcius. Selain itu, respirasi atau pernafasan ES mencapai 20, sementara normalnya di bawah 20 yaitu 15. Penemuan lain, pasien mengidap gejala atau ciri-ciri Influenza Light Lienerr (ILI) seperti hidung meler, sakit kepala, dan sakit tenggorokan.

Untuk pengobatan, kata Primal, pasien mendapat perlakuan layaknya penderita flu burung atau Avian Influenza (AI). Dalam sehari pasien mendapat obat Tamiflu dengan dosis dua kali 75 miligram.
Seperti pasien AI, tim dokter juga mengambil sampel apus hidung dan tenggorokan serta darah pasien ES untuk diperiksa di Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Jakarta.
“Sampelnya sudah kita kirim Senin malam. Dan hasilnya, tidak akan diumumkan. Hasil hanya bisa diumumkan atau diberitahukan langsung oleh Depkes atau Menteri Kesehatan. Kita hanya merawat saja,” tegas Primal.
Hingga Selasa (12/5) kemarin, ES masih mendapat perawatan intensif di ruang isolasi Flamboyan. Wartawan yang biasanya diperkenankan mengambil gambar pasien dari sebuah CCTV, kali ini tidak diizinkan.

“Penyakit ini (flu babi) bisa menular dari manusia ke manusia. Jadi siapa pun dilarang mendekati ruang perawatan. Keluarga saja belum boleh, kecuali perawat dan tim medis,” kata dr Anggraini Alam, anggota Tim Penanganan Infeksi Khusus RSHS.

Sementara itu, Presiden Direktur Air Asia Indonesia, Capt Darmadi, yang dihubungi Warta Kota (koran Grup Surya) mengakui bahwa ES yang tengah dirawat di RSHS memang awak Air Asia.

“Kita masih menunggu keterangan dari Departemen Kesehatan,” katanya seraya menambahkan, sebelum ada keterangan dari Depkes, pihaknya belum mengizinkan yang bersangkutan terbang lagi.
Menurut Darmadi, ES sudah dua tahun bergabung di AirAsia. Darmadi mengimbau konsumen AirAsia untuk tidak perlu takut naik pesawat AirAsia. Sebab, sesuai dengan aturan baru dari Departemen Perhubungan, semua maskapai penerbangan –termasuk AirAsia– harus melakukan penyemprotan pada bagian dalam dan luar badan pesawat guna mengantisipasi terjangkitnya flu babi.

“Yang jelas semua pesawat sebelum melakukan penerbangan harus disterilkan dulu atau disemprot dengan zat kimia untuk membunuh virus yang ada di dalam pesawat,” katanya.ant/yok/ewa/tribun jabar

01 Juni 2009

Lubuk Larangan

BAGI masyarakat Mandailing di Sumatera Utara, sungai adalah berkah alam sebagai modal untuk kepentingan sosial. Hal itu pulalah yang mendorong warga berlomba-lomba membuat lubuk larangan, hingga kini.

Setelah melalui kesepakatan bersama, sebagian aliran sungai yang melintasi di desa kemudian ditetapkan sebagai wilayah yang terlarang untuk diambil hasil ikannya selama jangka waktu tertentu. Biasanya 6-12 bulan. Setelah panen, panitia kemudian membuka lubuk larangan untuk umum dan hasil pengelolaannya digunakan untuk berbagai keperluan pembangunan desa, menyantuni anak-anak yatim, dan mendanai berbagai kegiatan sosial yang lain.

Sistem pengelolaan lubuk larangan ini bisa kita temui di desa-desa yang dilalui aliran Sungai Batang Gadis, mulai dari bagian hulu di kawasan Pakantan, ke arah hilir hingga ke daerah Panyabungan; dan juga di sepanjang Sungai Batang Natal dan beberapa anak sungai di Kecamatan Batang Natal. Bahkan, sistem ini kini telah berkembang luas di seluruh Mandailing Natal, dan sebagian Tapanuli Selatan.

LUDDIN Hasibuan (43), Ketua Pengurus Lubuk Larangan Desa Aek Ngali, mengatakan, untuk membuat lubuk larangan harus dimulai dengan musyawarah desa untuk menentukan batas-batas lubuk larangan. Tanpa kesepakatan bersama, lubuk larangan tidak bisa dibuat. Kemudian warga iuran sebagai modal mendatangkan "orang pintar" (dukun) dan untuk membeli bibit ikan.

Setelah sang dukun membaca doa-doa, kemudian diumumkan kepada masyarakat desa dan desa-desa tetangga bahwa sungai itu telah menjadi lubuk larangan. "Biasanya tak ada yang berani menangkap ikan di lubuk larangan," katanya.

Bagi yang melanggar akan didenda Rp 500.000 per orang. Sanksi lain yang lebih ditakuti warga yaitu hukuman moral dan kutukan.

"Masyarakat sini masih percaya, orang yang berani mengambil ikan di lubuk larangan akan sakit, dan bisa mati jika tidak diobati dukun yang telah menjaga lubuk larangan tersebut," kata Luddin.

Secara tak langsung, pengelola lubuk larangan juga mengandung nilai-nilai konservasi, bisa menjaga kualitas air sungai karena warga desa akan menjaga sungai tidak tercemar agar panen ikan bisa melimpah. Sistem lubuk larangan adalah satu bukti sistem tradisional yang mampu menjaga alam secara lestari. (AHMAD ARIF)
Lubuk Larangan, Modal Sosial Masyarakat Mandailing

BAGI masyarakat Mandailing di Sumatera Utara, sungai adalah berkah alam sebagai modal untuk kepentingan sosial. Hal itu pulalah yang mendorong warga berlomba-lomba membuat lubuk larangan, hingga kini.

Setelah melalui kesepakatan bersama, sebagian aliran sungai yang melintasi di desa kemudian ditetapkan sebagai wilayah yang terlarang untuk diambil hasil ikannya selama jangka waktu tertentu. Biasanya 6-12 bulan. Setelah panen, panitia kemudian membuka lubuk larangan untuk umum dan hasil pengelolaannya digunakan untuk berbagai keperluan pembangunan desa, menyantuni anak-anak yatim, dan mendanai berbagai kegiatan sosial yang lain.

Sistem pengelolaan lubuk larangan ini bisa kita temui di desa-desa yang dilalui aliran Sungai Batang Gadis, mulai dari bagian hulu di kawasan Pakantan, ke arah hilir hingga ke daerah Panyabungan; dan juga di sepanjang Sungai Batang Natal dan beberapa anak sungai di Kecamatan Batang Natal. Bahkan, sistem ini kini telah berkembang luas di seluruh Mandailing Natal, dan sebagian Tapanuli Selatan.

LUDDIN Hasibuan (43), Ketua Pengurus Lubuk Larangan Desa Aek Ngali, mengatakan, untuk membuat lubuk larangan harus dimulai dengan musyawarah desa untuk menentukan batas-batas lubuk larangan. Tanpa kesepakatan bersama, lubuk larangan tidak bisa dibuat. Kemudian warga iuran sebagai modal mendatangkan "orang pintar" (dukun) dan untuk membeli bibit ikan.

Setelah sang dukun membaca doa-doa, kemudian diumumkan kepada masyarakat desa dan desa-desa tetangga bahwa sungai itu telah menjadi lubuk larangan. "Biasanya tak ada yang berani menangkap ikan di lubuk larangan," katanya.

Bagi yang melanggar akan didenda Rp 500.000 per orang. Sanksi lain yang lebih ditakuti warga yaitu hukuman moral dan kutukan.

"Masyarakat sini masih percaya, orang yang berani mengambil ikan di lubuk larangan akan sakit, dan bisa mati jika tidak diobati dukun yang telah menjaga lubuk larangan tersebut," kata Luddin.

Secara tak langsung, pengelola lubuk larangan juga mengandung nilai-nilai konservasi, bisa menjaga kualitas air sungai karena warga desa akan menjaga sungai tidak tercemar agar panen ikan bisa melimpah. Sistem lubuk larangan adalah satu bukti sistem tradisional yang mampu menjaga alam secara lestari. (AHMAD ARIF)

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0505/30/sumbagut/1780777.htm