07 Juli 2009

Bagaimana Bumi Terbentuk?

Topik: Biologi, Bumi, Fisika, Semesta, Umum

Para ilmuwan masa kini mempelajari bintang-bintang dan planet-planet lain di alam semesta untuk mengetahui sejarah bumi. Inilah asal usul bumi versi ilmuwan.

Pada mulanya, alam semesta sangat panas dan semua benda di dalamnya saling berdesak. Kemudian sekitar 10 atau 15 miliar tahun lalu, alam semesta mulai meluas dan dingin. Debu dan partikel-partikel lain berhamburan di angkasa. Para ilmuwan menyebut proses ini “The Big Bang” (ledakan besar).

Beberapa partikel saling melekat dan membentuk bintang-bintang serta kelompok bintang yang disebut galaksi. Matahari kita adalah salah satu dari bintang-bintang tersebut. Sebuah awan pipih yang terdiri dari debu dan gas mulai bergerak mengelilingi matahari. Kemudian, sekitar 4.600 juta tahun yang lalu, awan itu berpencar membentuk gumpalan-gumpalan. Gumpalan-gumpalan ini menjadi Sembilan planet utama, termasuk Bumi.

06 Juli 2009

Kegelisahan Hati

Didalam mengarungi kehidupan yang tiada hari penuh dengan godaan, cobaan, bencana dan musibah yang terus datang silih berganti. Terkadang kita sebagai manusia merasa jenuh, malas, stres, bosan dan berbagai perasaan negatif lainnya bercampur aduk dengan otak kita. Dengan keadaan seperti itu biasanya timbul perasaan tidak sabar dalam menghadapi suatu hal, inginnya cepat selesai tanpa ada kesusahan dan berbagai cara akan digunakan. Dalam sebuah hadist disebutkan; “Sesungguhnya, besarnya pahala itu sesuai dengan besarnya ujian. Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Allah akan menguji mereka. Maka, barangsiapa yang (dengan) rela (menerimanya), maka baginya kerelaan itu dan Barangsiapa yang benci maka baginya kebencian itu.” (HR. Tirmidzi)

Sebagai hamba Allah SWT, seseorang Muslim sudah sepatutnya untuk tidak mengeluh terhadap apa yang telah diberikan kepadanya. Bersyukur, itulah kunci dari terbelenggunya perasaan selalu kekurangan. Nabi kita memberikan peringatan; “Andaikata manusia mempunyai dua buah ladang yang seluruhnya berisi emas, akan puaskah manusia? Tidak. Mereka akan cari ladang emas yang ketiga.” Sungguh mulut manusia ini tidak akan pernah penuh terisi, kecuali kalau sudah disumpal dengan tanah, artinya kalau dia sudah dipendam di liang lahat.

Satu waktu datang seseorang pada Ibnu Mas’ud buat meminta nasehat: “Wahai Ibnu Mas’ud, berilah nasehat yang dapat kujadikan obat untuk jiwaku yang sedang gelisah. Dalam beberapa hari ini aku merasa tak tentram, jiwaku gelisah dan pikiranku kusut. Makan tak enak, tidur pun tak nyenyak.”

Ibnu Mas’ud pun menasehatinya, katanya; “Kalau penyakit itu menimpamu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu ke tempat orang membaca Al-Qur’an, engkau baca Al-Qur’an atau dengar baik-baik orang yang membacanya, atau engkau pergi ke majelis pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah, atau engkau cari waktu dan tempat sunyi, di sana engkau berkhalwat menyembah Allah, umpama di tengah malam, di saat orang sedang tidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan sholat malam, meminta dan memohon kepada Allah ketenangan jiwa, ketentraman pikiran dan kemurnian hati. Seandainya jiwamu belum terobati dengan cara ini, engkau minta kepada Allah, agar diberinya hati yang lain, sebab hati yang kamu pakai itu, bukan lagi hatimu.”

Orang itu kembali ke rumahnya. Disana diamalkannya nasehat dari Ibnu Mas’ud. Ia mengambil air wudhu lalu membaca Al-Qur’an dengan khusyu. Setuntas membaca Al-Qur’an, berubahlah jiwanya, menjadi jiwa yang tenang dan tentram, pikirannya jernih kembali dan kegelisahannya hilang sama sekali.

Sebagai seorang muslim hendaknyalah kita kembalikan semua hal yang kita hadapi ini dengan Allah semata, salah satunya dengan sholatlah kita bisa memasrahkan keadaan kita hingga kita bisa menerima godaan, cobaan, musibah dan bencana kita dengan sikap tenang dan sabar. Kemudian dengan membaca, mendengarkan Al-Qur’an juga dapat menghibur perasaan resah dan gelisah. Rosulullah bersabda: “Kepada kaum yang suka berjamaah dirumah-rumah ibadah, membaca Al-Qur’an secara bergiliran dan mengajarkannya terhadap sesamanya akan turunlah kepadanya ketenangan dan ketentraman, akan terlimpah kepadanya Rahmat dan mereka akan dijaga oleh malaikat, juga Allah akan mengingat mereka.” (HR. Muslim).

Apapun yang terjadi, baik itu anugerah atau musibah itu merupakan yang terbaik yang Allah berikan kepada kita. Itulah wujud yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang-Nya Allah kepada diri kita. Pastilah ada hikmah dan pelajaran dibalik peristiwa yang menimpa kita. Imam Syafi’i pernah mengatakan “Alangkah baiknya, jika engkau tetap manis, meski hidup itu sendiri pahit.” Wallahu a’lam bishowab


Didalam mengarungi kehidupan yang tiada hari penuh dengan godaan, cobaan, bencana dan musibah yang terus datang silih berganti. Terkadang kita sebagai manusia merasa jenuh, malas, stres, bosan dan berbagai perasaan negatif lainnya bercampur aduk dengan otak kita. Dengan keadaan seperti itu biasanya timbul perasaan tidak sabar dalam menghadapi suatu hal, inginnya cepat selesai tanpa ada kesusahan dan berbagai cara akan digunakan. Dalam sebuah hadist disebutkan; “Sesungguhnya, besarnya pahala itu sesuai dengan besarnya ujian. Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Allah akan menguji mereka. Maka, barangsiapa yang (dengan) rela (menerimanya), maka baginya kerelaan itu dan Barangsiapa yang benci maka baginya kebencian itu.” (HR. Tirmidzi)Sebagai hamba Allah SWT, seseorang Muslim sudah sepatutnya untuk tidak mengeluh terhadap apa yang telah diberikan kepadanya. Bersyukur, itulah kunci dari terbelenggunya perasaan selalu kekurangan. Nabi kita memberikan peringatan; “Andaikata manusia mempunyai dua buah ladang yang seluruhnya berisi emas, akan puaskah manusia? Tidak. Mereka akan cari ladang emas yang ketiga.” Sungguh mulut manusia ini tidak akan pernah penuh terisi, kecuali kalau sudah disumpal dengan tanah, artinya kalau dia sudah dipendam di liang lahat.
Satu waktu datang seseorang pada Ibnu Mas’ud buat meminta nasehat: “Wahai Ibnu Mas’ud, berilah nasehat yang dapat kujadikan obat untuk jiwaku yang sedang gelisah. Dalam beberapa hari ini aku merasa tak tentram, jiwaku gelisah dan pikiranku kusut. Makan tak enak, tidur pun tak nyenyak.”
Ibnu Mas’ud pun menasehatinya, katanya; “Kalau penyakit itu menimpamu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu ke tempat orang membaca Al-Qur’an, engkau baca Al-Qur’an atau dengar baik-baik orang yang membacanya, atau engkau pergi ke majelis pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah, atau engkau cari waktu dan tempat sunyi, di sana engkau berkhalwat menyembah Allah, umpama di tengah malam, di saat orang sedang tidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan sholat malam, meminta dan memohon kepada Allah ketenangan jiwa, ketentraman pikiran dan kemurnian hati. Seandainya jiwamu belum terobati dengan cara ini, engkau minta kepada Allah, agar diberinya hati yang lain, sebab hati yang kamu pakai itu, bukan lagi hatimu.”
Orang itu kembali ke rumahnya. Disana diamalkannya nasehat dari Ibnu Mas’ud. Ia mengambil air wudhu lalu membaca Al-Qur’an dengan khusyu. Setuntas membaca Al-Qur’an, berubahlah jiwanya, menjadi jiwa yang tenang dan tentram, pikirannya jernih kembali dan kegelisahannya hilang sama sekali.
Sebagai seorang muslim hendaknyalah kita kembalikan semua hal yang kita hadapi ini dengan Allah semata, salah satunya dengan sholatlah kita bisa memasrahkan keadaan kita hingga kita bisa menerima godaan, cobaan, musibah dan bencana kita dengan sikap tenang dan sabar. Kemudian dengan membaca, mendengarkan Al-Qur’an juga dapat menghibur perasaan resah dan gelisah. Rosulullah bersabda: “Kepada kaum yang suka berjamaah dirumah-rumah ibadah, membaca Al-Qur’an secara bergiliran dan mengajarkannya terhadap sesamanya akan turunlah kepadanya ketenangan dan ketentraman, akan terlimpah kepadanya Rahmat dan mereka akan dijaga oleh malaikat, juga Allah akan mengingat mereka.” (HR. Muslim).
Apapun yang terjadi, baik itu anugerah atau musibah itu merupakan yang terbaik yang Allah berikan kepada kita. Itulah wujud yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang-Nya Allah kepada diri kita. Pastilah ada hikmah dan pelajaran dibalik peristiwa yang menimpa kita. Imam Syafi’i pernah mengatakan “Alangkah baiknya, jika engkau tetap manis, meski hidup itu sendiri pahit.” Wallahu a’lam bishowab

Filed under: Dakwah